Sabtu, 02 Juni 2018

Honda Civic Hatchback SH3 '88

Gambar terkait


Di kalangan anak muda tahun '90an, siapa yang tidak kenal mobil ini? Design yang simpel dan abadi serta berada di balik brand besar Honda adalah salah kekuatannya. Mobil ini lahir di tahun '88-'91, itupun berbeda bentuk antara '88-'89 dan '90-'91 Nouva (minor change di beberapa bagian kap mesin, lampu depan-belakang, bumper depan, serta design speedometer). 

Di Indonesia dan beberapa negara, mobil ini mengusung mesin berkapasitas 1.350cc SOHC, masih mengandalkan karburator untuk supply bahan bakarnya dan berkode mesin D13. Sedangkan di Jepang (Japan Domestic Market), kita bisa menjumpainya dengan varian mesin kuat B16A 1.600 DOHC VTEC yang terkenal di kalangan speed goers. Sekedar informasi, di Indonesia VTEC pertama baru dihadirkan pada Civic Ferio '97.

Karakter mesin bernafas panjang, bahan mesin aluminium alloy, body yang ringan membuat akselerasinya terasa cukup kuat. Tidak jarang mobil ini turun di ajang drag race, baik 201m ataupun 402m. Lawan yang cukup seimbang adalah Daihatsu Winner (1.300cc) di kelas 17 detik dan masih bisa bertarung dengan mobil di kelas 1.500cc.

Saya cukup lama menggunakan Civic SH3 '88 ini. Kesan pertama menggunakan mobil ini : mesin konvensional (banyak bengkel di masanya yang dapat menangani mesin jenis ini), akselerasi cepat, body yang lumayan kompak dan rigid (Mungkin karena 2 pintu), cukup irit bahan bakar, harga spareparts yang murah. Baik dari luar maupun dalam mobil ini cantik di semua sisi. Karena rasio kompresi mesin hanya 9.0 : 1, maka kita cukup mengisinya dengan bahan bakar Premium. Tidak ada teknologi canggih yang diusung di bagian mesin membuatnya relatif aman terhadap masalah kelistrikan dan pelumas yang digunakan. Sewaktu digunakan Ayah saya, mobil ini diberikan oli Prima XP 20W50.

Singkat cerita mobil ini menorehkan 120.000 km bersama keluarga kami dan mulai banyak kendala yang mengharuskan kami melakukan overhaul total di mesin sampai ke parts-parts di dalam mesin untuk menjamin dia dapat membawa kami tanpa kendala. Proses overhaul langsung ditangani oleh mekanik yang biasa menangani mobil-mobil balap. Yang saya inginkan adalah sebuah mesin standar tanpa ubahan apapun di mesin kecuali Oversize 50. Lalu kenapa pilih mekanik balap bertarif mahal? Yang saya perlukan dari beliau adalah pemahaman mendalam soal mesin, ketelitian dan kepresisian dalam membangun ulang sebuah mesin. Beliau biasa menangani rumitnya mesin-mesin DOHC - injeksi elektronik dari Mitsubishi, maka menangani mesin konvensional Honda bukanlah perkara sulit.

Berbeda dengan Ayah saya, di tangan saya perawatan mesin agak sedikit berbeda. Saya menggunakan pelumas Castrol GTX 20W50 untuk break-in pada 500km dan 1.000km pertama setelah proses Overhaul. Setelah proses break-in tersebut selesai, saya menggunakan Castrol Magnatec 10W40 tanpa ada kebocoran maupun penguapan berlebihan. Ini menjadi salah satu indikator berhasilnya proses overhaul.

Mobil ini sebetulnya memiliki per yang cukup lembut, namun milik keluarga kami dipotong 2 ulir menjadikannya agak rendah dan bantingan yang dihasilkan pun terasa keras. Dengan kondisi tersebut, dipadu velg BBS yang dibalut ban Achilles 123 R15 - semisoft compound berprofile rata, membawanya berlari 130 km/jam cukup berasa menakutkan karena mobil terasa dekat ke aspal dengan kontur jalan yang begitu terasa di kabin dan  cengkraman ke aspal yang cukup kuat, mengikuti kontur jalan.

Sebelum dijual saya juga sempat melakukan repaint pada body. Cat yang digunakan menggunakan cat milik Honda Freed dilapis dengan varnish set Spies-Heckers membuat kita tidak perlu sering-sering melakukan waxing untuk membuatnya tampil basah.

Sekian dulu sedikit tulisan dari saya, lagi-lagi bernostalgia ke era '90an, dimana menurut saya era tersebut adalah era dimana mobil-mobil mengesankan diproduksi dalam skala global. Terima kasih sudah meluangkan waktunya.

(riky)

Jumat, 01 Juni 2018

Mitsubishi Lancer GTi - DanGan warsa 90an

Hasil gambar untuk lancer gti 90
Gambar : https://www.philmotors.com/Mitsubishi-Lancer-Gti-257

Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan mesin (khususnya mobil), sampai orang tua saya membeli sebuah Lancer DanGan GTi '90 (1600cc DOHC injection) dalam kondisi bekas di awal tahun 2000an. Impresi pertama yang dirasakan tenaga yang dimiliki cukup besar untuk mobil pada zaman itu. Ketika mobil dibawa pulang dari dealer, saya lihat indikator bensin ada di bawah yang menandakan bensin sudah mau habis. Akhirnya saya isi Premium. Setelah berjalan beberapa kilometer terasa ada penurunan tenaga mesin dan knocking (ngelitik ketika menanjak). Saya sempat berpikir "Wah.. mobil ini bermasalah, makanya dijual.."

Tidak habis sampai disitu, saya ganti olinya dengan menggunakan Mesran Prima XP 20W50, karena selama ini keluarga kami biasa menggunakan oli ini. Saya tidak merasakan langsung perbedaan mencolok, hanya semakin lama mesin menjadi semakin berisik, tenaga pun dirasa berkurang. Saya semakin berpikir mobil ini bermasalah.

Akhirnya saya mencoba untuk browsing (beruntung tahun 2000an juga udah marak internet, jadi saya tidak begitu kesulitan, hehehe). Disana saya menemukan komunitas mobil Idmoc (Indonesian Mitsubishi Owners Club) yang diketuai oleh Mas Firmansyah Saftari (saft7.com). Disana saya baru tahu kalau mobil ini punya rasio kompresi yang lumayan tinggi pada zamannya (10.5 : 1) dan belum ada knocking sensor sehingga harus meminum bensin jenis Super TT (Bensin Super Tanpa Timbal) pada zaman itu (Nostalgia kalau ada rekan yang sempat tahu betapa harum dan baiknya performa yang dihasilkan Super TT). Dari situ pulalah saya baru tahu bahwa mobil ini dilengkapi dengan Hydraulic Lash Adjuster (HLA) yang berfungsi untuk penyetelan otomatis pada setelan klep, jadi tidak perlu lagi setting klep menggunakan sim. Penggunaan HLA ini memaksa kita untuk menggunakan viskositas (kekentalan) oli yang lebih rendah (pada saat itu rekomendasinya 10W40), jelas berbeda dengan oli 20W50 yang saya isikan sebelumnya. Akhirnya dalam kurun waktu yang lama saya pakai oli Mobil Super S 10W40 dan Shell Helix Plus (Kesini-sini namanya berubah jadi Shell HX7).

Lancer DanGan punya 3 varian mesin :
1. Lancer GLX '88 - '92 : 1500cc, Karburator, SOHC (saya lupa tipe mesinnya, sekitar 88HP)
2. Lancer GTi '88 - '90 : 1600cc, Injeksi Elektronik, DOHC - 4G61 (126 HP)
3. Lancer GTi '91 - '92 : 1800cc, Injeksi Elektronik, DOHC - 4G67 (140HP)

Saya dikenalkan dengan salah satu engineer terbaik sekaligus pemilik bengkel DiTECH injection (Dikwan Septiawan) oleh Mas Saftari. Kang Dikwan ini bukan hanya bisa, namun beliau sangat paham tentang mesin-mesin canggih pada zaman itu, khususnya Mitsubishi (beliau juga menangani berbagai macam brand mobil). Bukan hanya mekanikal, beliau paham elektrikal, ECU (komputer) mobil, dll. Hal tersebut membuat saya belajar banyak dari beliau soal pengetahuan mesin. Hampir setiap minggu saya ke bengkelnya, bukan karena ada yang rusak, tapi ngumpul sambil belajar bareng rekan Idmoc Bandung, atau sekedar cleaning bagian intake mesin dan hal ringan lainnya. Saya pikir inilah club mobil terbaik dan berbobot yang pernah saya "tempati".

Harga spareparts mobil ini pada zamannya tergolong tinggi, karena komponen genuine yang dibeli hampir semuanya import dari Jepang. Harga tidak membohongi kualitas. Jujur saja, selama penggunaan mobil tersebut belasan tahun, sampai akhirnya dijual sekitar tahun 2012-2013 mobil ini tidak pernah ada masalah berarti. Sangat jarang rewel, tidak pernah menyusahkan. Intinya sampai saat ini Lancer GTi adalah mobil dengan kualitas terbaik yang pernah ada di keluarga saya. Bahkan belasan tahun dipakai 100.000 km saya tidak pernah melakukan penggantian kampas kopling. Dimana mobil satunya sudah 3x ganti kopling di periode yang sama. Lho, padahal waktu meminangnya kondisi mobil ini bekas, gila kan?

Sebelum dijual, hampir setiap weekend saya bawa mobil ini PP Bandung Karawang dengan konsumsi bahan bakar 1:10 dalam kota (kondisi lalu lintas normal), 1:15 luar kota. Tentunya bahan bakar campuran Pertamax dan Pertamax Plus, sesekali menggunakan Shell Super Extra (Kalau sekarang jadi Shell Vpower). 

Banyak yang bilang mobil ini boros, ada beberapa kemungkinan :

1. Bahan bakar dan Pelumas tidak sesuai
2. FIlter udara dan bahan bakar kotor.
3. Tidak pernah cleaning intake dan ruang bakar dari Carbon 
4. Sensor Oksigen dibiarkan kotor sehingga bermasalah.
dan faktor lain.

Dengan kualitas sebaik itu, mudah-mudahan Mitsubishi masih mempertahankan kualitasnya. Siapa tahu saya kembali ke brand ini di mobil berikutnya.

Terima kasih sudah mau meluangkan waktu membaca tulisan nostalgia saya. Mungkin ada yang mau bernostalgia juga dengan mobilnya?

(riky)

ThinkPad punya tempat spesial di hati para penggunanya

Terinspirasi oleh kotak nasi bento khas Jepang,  IBM ThinkPad  dari Amerika memulai suksesnya pada tahun 1990 sebelum akhirnya IBM diaku...